Aku tidak ingin menghakimi mereka yang terlalu sempit menilai cinta. Terkadang aku pun begitu. Aku hanya ingin menjadi orang yang ikhlas dalam mencintai apapun.
Btw, apa kabarnya empang gue sekarang yah?
Udah dikuras sampai abis, sampai kering. Sekarang lagi tahap penggalian, biar gak dangkal lagi ataupun luber kalo hujan deras.

Where did I go wrong I lost a friend
Somewhere along in the bitterness
And I would have stayed up with you all night
Had I known how to save a life.
-- How to Save A Life, The Fray.


Apasih alasan kalian untuk menjauhi sesuatu? Meninggalkan sesuatu? Haruskah orang yang dulunya berteman baik sama kamu, selalu bersama dalam berbagai hal, selalu berbagi cerita, cuma karena rasa iri atau cemburu, kamu harus meninggalkannya? Sedangkan yang kamu cemburui itu belum tentu jahat sama kamu, atau bahkan dia tidak ada niat jahat sama sekali denganmu. Kamu tidak tahu kan.

Aku terus menyesali dari apa yang aku lakukan dulu, mereka yang benar-benar baik malah harus kutinggalkan untuk orang yang sebenar-benarnya jahat kepadaku. Semua sudah lewat, dan aku hanya menyesali itu. Sampai sekarang. Bahkan, untuk orang yang jahat itu, sampai sekarang aku tidak meninggalkannya. Bukan karena tidak bisa move on, masih sayang, atau apalah. Aku jijik sebenarnya dengan orang-orang yang sering komentar begitu. Seperti mengikuti tren.

"Yang perlu kita lakukan bukanlah membenci atau melupakan, tetapi berdamai kepadanya. Waktu lah yang selalu berbaik hati mengobati kesedihan"
-- Sunset Bersama Rosie, Tere Liye.

Dulu kita begitu dekat. Ketika aku sedih, kalian yang selalu menemaniku, saking sesaknya menahan tangisku, kalianlah yang membuatku menangis sejadinya sambil memelukku. Tidak lama setelah itu, kalian juga lah yang membuatku tertawa, lalu kita bercerita tentang apa saja, menertawakan apapun, bahkan kebodohan kita sendiri. Itu dulu. Sekarang sudah beda, justru kalian lah yang selalu membuatku sedih.

"Kebahagiaan adalah ketika kamu menangis, ada orang yang menemanimu dan memelukmu. Sedangkan kesedihan adalah ketika kamu harus tertawa sendirian"

Entah apa yang selalu membuatku merasa sepi, bahkan di tempat ramai sekalipun. Mungkin rasa benci mereka kepadaku. Aku tidak terlalu mempedulikannya, tetapi itu terus berasa, tidak terlihat memang, orang-orang pun tidak menyadari itu. Tapi, bagaimana aku tidak menyadarinya. Semuanya seakan menghilang begitu saja, dan yang lebih menyedihkannya, ketika kita saling mengabaikan dalam kebersamaan. Apakah alasan kalian begitu karna cinta? Semoga sih tidak. Bukankah dengan adanya cinta kita bisa saling membahagiakan dan berdamai, bukan malah menghancurkan dan bermusuhan.

Kita memang sedang disibukkan dengan urusan masing-masing. Ada waktunya buat lebih serius mengurusi hidup demi meneruskan impian masa depan. Mungkin sekarang waktunya. Ya tapi, jangan sampai ke depannya kita malah benar-benar saling melupakan. Before you actually leave me to continue your life, hope we still have a quality time together. See you soon!




Success for you, for us.
Late Post
[28 - 30 Mei 2014]


Mendaki gunung lewati lembah

Sungai mengalir indah ke Samudra
Bersama teman bertualang

Tempat yang jauh belum pernah terjamah
Suasana yang ramai di tengah kota
Slalu waspadalah kalau berjalan
Siap menolong orang dimana saja

-- Ninja Hatori



Akhirnya, kesampean juga menginjakkan kaki di ketinggian 2.841mdpl. Jadi inget perjalanan berdua sama Mimi waktu ke Pulau yang seharusnya ke Cikuray gak jadi gara-gara gak ada partner. So this is us....

Me
Mimih
Selgy
Jody

Awalnya sih cuma sama Mimi dan teman-temannya, terus gue ngajak Selgy, dan Selgy ngajak Jody. Jadilah perjalanan ini. Dimulai dari janjian di Kampung Rambutan, mana sebelumnya hujan deres. Jadi, jalan ke Kp. Rambutannya maleman. Gila ya, isinya orang mau ke Garut semua dengan tas ransel besar dengan sepatu gunung dan pakaian naik gunungnya. Duh, inimah pasti bakal kaya pasar di Cikuray nanti. Berangkat dari Jakarta naik bis terakhir jurusan Garut (Rp. 40.000), perjalanan dari jam 01.00 - 06.00. Sampai di Terminal Guntur gak kalah ramainya. Kami pun bertemu dengan rombongan lain temen-temennya Mimi. Lanjutlah perjalanan ke Menara Pemancar dengan naik truk (Rp. 35.000). Disarankan sih emang naik truck, banyak yang naik bis ujung-ujungnya harus turun karena gak kuat nanjak, jalurnya kebun teh gitu, terjal dan batu-batu. Perjalanan dari jam 07.00 - 09.00. Setelah itu istirahat sejenak di bawah sambil nunggu rombongan lain yang belum datang. Daaaan bener kan Cikuray ramenya udah kaya pasar yang ngantri buat naik. Gimana di atasnya. Huft.

Di atas truck
Jalur menuju Menara Pemancar

Kami baru mulai nanjak pukul 10.30.
Gunungnya mirip-mirip antara Ciremai dan Salak. Jalurnya yang nanjak terus, gak ada napas. Berhenti sebentar narik napas abis tanjakan, di depan udah ada tanjakan lagi. Ditambah lagi harus bawa air yang banyak karena gak ada air di atas. Hutannya yang basah seperti Salak, tanahnya lembab, pohon-pohonnya rapat, tertutup sekali, jalurnya juga sempit. Gerimis membasahi pendaki. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di antara Pos 6 dan Pos 7. Karena di Pos 6 sudah tidak ada lapak, dan Pos 7 juga lebih penuh. Sampai camp sekitar pukul 15.00. Lama juga sih, karena jalannya santai, banyak berhentinya, dan juga macetnya itu loh di jalur.

Macet-macetan di Cikuray
Naik gunung aja ngantri. Hiks
Hutan isinya tenda semua.

Sebelum masuk hutan jalurnya aja udah nanjak, tapi pemandangan yang ada emang indah, bisa ngeliat kota Garut dari atas dengan pegunungan Papandayan. Ada juga tanjakan Cinta seperti di Semeru tapi ini cintanya gersang haha.

ini pemandangan sebelum masuk hutan
Tanjakan Cinta, tapi Cintanya gersang. haha

Malamnya, rencana mau ngeliat bintang gak bisa, iyalah, ketutupan pohon semua. Masak-masakan trus bobo deh. Rencana paginya mau summit. Eh malah kesiangan, yang masang alarm pinter banget, hapenya malah silent. Gak kedapetan sunrise Cikuray yang katanya indah itu deh. Liat sunrise-nya dari jalurdeh. Gapapa :')

Selamat Pagi, Indonesia.

Beginilah suasana di puncak Cikuray saat itu. Gila. Miris. Gunung ke dua setelah Semeru yang membuat saya sedih mendaki gunung, banyak orang yang asal naik gunung. Oke, semua orang bisa naik gunung, tapi banyak dari mereka yang tidak mengerti cara baiknya. Sampah dimana-mana. Barang pribadi berserakan. Mendirikan tenda yang asal-asalan. ah, sedih deh pokoknya.

Suasana pas tiba di Puncak

Ramainya bukan main, empet-empetan, pasar kalah dah. Gunungnya udah gak hijau sama biru lagi, tapi warna warni.

mantep pemandangannya dari atas bangunan ini.

sisi kiri puncak
lautan manusia di atas awan


Kalo ke gunung itu harus mencari tempat yang sepi, ya emang buat menenangkan hati. Tempat dimana cuma ada kita, alam, dan Tuhan. Kami memutuskan duduk di dekat jalur yang satunya, sepi, karena agak turun ke bawah, tidak ada tenda dan orang. Pemangdangan di depan terbuka, yaitu kota Garut dan jejeran Gunung Papandayan, di sampinya juga ada gunung Guntur. Adem banget. Masih ada moment yang menenangkan di tempat seramai ini.


this
santai

Kami beristirahat sejenak disini, membuka bekal makanan yang sudah disiapkan dari semalam: pizza, agar-agar stroberi, dan pulpy orange! Surga dunia...

Tidak lupa Sponge.
pizza buatan Mimi

Disini juga banyak spot foto menarik loh. Ini beberapa hasil fotonya

pohon miring
smile, because it happened.
di atas pohon. (psst itu mayan tinggi loh kalo jatoh)

Hari sudah semakin siang, kami harus pulang hari ini, biar gak kemalaman di jalan, mari turun ke bawah. Tidak lupa untuk mencari spot foto-foto yang bagus.




Selalu ada cerita dalam setiap perjalanan, seberapa buruk perjalanan tersebut, pasti memiliki kesan terindahnya (bagi mereka yang menikmati sebuah perjalanan). Life is an adventure. Every adventure is worthwhile. Take nothing but pictures. Leave nothing but footprints. And kill nothing but time.
Aku menyukai perjalanan, selain menanbah pengalaman, juga menambah teman baru.

bertemu teman
bertambah teman baru
Bertemu teman dan bertambah teman baru





p.s: Jangan mendaki gunung pas liburan. Dijamin macet!
photos taken by Jody, some photos by me.

Kematian itu pasti datang, tidak ada yang tahu. Kematian itu menakutkan, tidak ada yang tahu. Kematian lebih menakutkan ketika kamu sudah mengetahui kapan waktunya ia datang. Ketika dokter memberitahumu kalau waktumu sudah tidak lama lagi. Tapi, apa kita harus sepenuhnya percaya? Kita belum berusaha. Tidak ada yang tahu.

Betapa sederhana memilih bagaimana cara berlawan atau mati. Kematian paling mulia adalah setelah melawan - Pramoedya Ananta Toer.

Kepada dia yang masih terbaring di rumah sakit,
Aku masih ingat saat dulu kamu sering memarahiku karena kenakalanku atau cuma sebagai bahan amarahmu. Diam - diam aku membencimu dan memakimu. tetapi kamu diam-diam peduli denganku.
Aku masih ingat saat dulu kamu mengajakku naik kereta ke kampusmu di daerah Bogor, saat itu aku masih SD dan belum pernah naik kereta.
Aku masih ingat saat dulu kamu membelikanku hape impian pertamaku dari gaji pertamamu, yang tidak lama diambil orang lalu aku nangis sejadinya berhari-hari.
Aku masih ingat saat dulu kita sering bernyanyi bersama, teriak-teriak karena selera musik kita yang sama, karenamu juga aku jadi tahu dan menyukai musik era 80 - 90an.
Aku masih ingat saat kamu memutuskan untuk menikah dan aku tidak bisa hadir di hari yang membahagiakan itu karena ada kegiatan wajib dari kampus.
Aku masih ingat saat kamu sudah menjadi ibu dari seorang anak cantik, akupun sudah tumbuh semakin dewasa sehingga kita sama-sama disibukkan dengan urusan masing-masing dan kita sudah tidak seperti dulu lagi.

Aku masih ingat awalnya yang kamu rasakan,
ketika kamu sudah mulai jalan pincang dan semua pengobatan sudah kamu coba. Begitu cepatnya penyakit itu menyerang. Ia tidak ganas dan ketahuan dalam waktu yang lama, tapi bisa mengganaskan dan dapat tumbuh dengan cepat. Betapa menyesalnya orang-orang yang ada di sekitarmu mengetahui itu terlambat, tapi betapa hebatnya dirimu dengan ikhlas merelakan semua itu.

Aku masih ingat semuanya sampai saat ini kamu harus terbaring di rumah sakit,
yang dulunya terlihat adalah keceriaanmu, sekarang aku hanya melihat tangis kesakitanmu. Keinginanmu yang luar biasa untuk dapat terus menjalani kehidupan ini, sampai keputusan amputasi itu yang kamu pilih, betapa sakitnya penderitaan yang kamu lawan selama itu. Sungguh aku tidak bisa bayangkan sebagian dari badanmu yang sudah ringkih harus diambil juga. Tuhan Maha Kuasa.

Tuhan, angkatlah penyakitnya, semoga ini memang jalan yang terbaik agar ke depannya bisa lebih baik. Kalaupun ia merasa lebih baik seperti ini dibanding harus terus melawan kesakitan itu, kuatkanlah dia, dan kembalikanlah semangat serta keceriannya.

Rumah ini masih sepi dan berduka, setelah kepergian Akung dan kamu yang masih belum kembali dari rumah sakit. Semua orang sayang sama kamu, menunggumu kembali meramaikan isi rumah ini. Anakmu juga merindukan sosok ibu yang hebat dan penuh kasih sepertimu. Selamat atas kelancaran operasimu. Rumah menunggumu. Cepat kembali.
Rahmania Habiba. Powered by Blogger.