"Aku kembali tlah sekian lama
Mencari arti jalani mimpi
Kukembali tempat dimana ku bisa bersembunyi
Hanya di sini kulepaskan resah hati
Dari cerita kisah yang lalu
Dan kuberharap terangi jiwa
Dari semua yang pernah aku jalani
Di sini yang berikan damai di hati"
Steven & Coconutreez - Aku Kembali
Tahun lalu ke Argopuro merupakan mimpi yang terwujud, rasanya ingin kembali lagi. Tak disangka, tahun ini masih bisa kembali kesana. Bersama teman yang lain dan pengalaman yang baru.
Sebelumnya, mau ngenalin dulu teman-teman satu tim perjalanan. Mereka datang dari Palembang, MABIDAR, Mapala Bina Darma, buat pengembaraan ke Argopuro. Cibon, Ewew, Feri, dan ditemani oleh kadivnya Arief. Sedangkan dari Astadeca ada gue (Padet), bang Dorman dan bang Kope.
Tim MABIDAR dan ASTADECA |
Berangkat dari Jakarta naik kereta di Stasiun Senen jam 19.00 tapi dari sekret (Depok) jalan pukul 17.00. Gila gak tuh? Udah mana commuter line nya bermasalah, dikit2 berhentilah, ngantri dulu. Sampai stasiun Manggarai udah pukul setengah tujuh malam. Alhasil naik ojek dari Stasiun Manggarai ke Stasiu Senen. Untungnya keburu!
Muka panik takut ketinggalan kereta. |
Akhirnya keburu juga naik keretanya, dari pukul 19.00 sampai di Malang pukul 10.00. Bingung mau langsung ke Baderan tapi transportnya engga ada yang tau pastinya, rencana mau nyarter mobil tapi kemahalan. Bang Kope langsung inisiatif nelpon anak-anak Ganendra Giri (Mapala Poltek Malang), langsunglah kami dijemput dan dibawa ke sekretnya. Disana kami bisa istirahat dulu sekalian menanyakan info mengenai transport dan gunung Argopuro.
Laper... menunggu di depan stasiun Malang |
Sorenya, kami langsung pergi menuju Baderan menggunakan bis dari terminal Arjosari Malang yang diantar oleh anak-anak Ganendra Giri. Sampai di Besuki lewat tengah malam, kami sempatkan untuk belanja logistik dan perbekalan. Disana ada pasar dan alfamart yang tengah malam masih buka, lalu kami menyarter angkot yang sebelumnya sudah dikasih info sama anak Malang. Sampai di desa Baderan pukul 02.00 lanjut tidur dan paginya harus sudah bangun untuk persiapan perizinan.
Paraaaaah, naik gunung mahal banget. Tahun kemarin gue gratis loh gak dipungut biaya sedikit pun! Pemerintah bisa ajanih nyari biayanya. Permalam kena 20-30ribu. Argopuro harus ditempuh 4-5 hari kalo naik dari Baderan. Gileeeee!
Pos BKSDA Baderan |
Jalur Baderan ini terdapat jalan menuju pintu hutan namanya Makadam, jalur perkebunan. Warga sini mata utama pencahariannya sebagai tukang kebun, perkebunan tembakau yang terkenal, merupakan salah satu kuwalitas terbaiknya loh. jadi jalan Makadam ini bebatuan yang disusun dan panjaaang banget. Kami berencana untuk naik ojek sampai perbatasan. dengan biaya 30rb per orangnya, lumayan hemat 3jam kalo jalan kaki, belum lagi panas dan capeknya hehe.
Gak lama jalan melewati perkebunan, kami sudah mulai memasuki hutan dengan tanda-tanda yang pohon dua melintang. Disitu suasana horrornya berasaaaa hiiii. Ada poster menggambarkan sebuah wajah, dan bertuliskan "Penunggu Pohon Ini". Pas lihat, langsung lanjut jalan aku hihi.
Gak lama jalan melewati perkebunan, kami sudah mulai memasuki hutan dengan tanda-tanda yang pohon dua melintang. Disitu suasana horrornya berasaaaa hiiii. Ada poster menggambarkan sebuah wajah, dan bertuliskan "Penunggu Pohon Ini". Pas lihat, langsung lanjut jalan aku hihi.
istirahat sejenak |
Pukul setengah 4 kami baru sampai di mata air satu, karena belum tau estimasi menuju mata air dua, ditambah kondisi tim yang sudah pada drop karena masih permulaan (aklimatisasi) dengan medan dan cuaca yang sangat ekstrim. Kami langsung buka tenda disini. Tempatnya berdebu dan berpasir juga. Ngambil airnya ke bawah gak begitu jauh, tapi airnya rada kotor karena salurannya menggunakan bambu.
Suasana disini sepi sekali, tidak ada rombongan lain. Hanya rombongan kami. Kalo malam suka ada musang nyari sisa-sisa makanan. Hati-hati aja yang naro makanan di luar. Aura disini juga beda banget, gak enak buat bergadang pake api unggun, padahal bintanya banyak banget dan indah sekali.
Malam Pertama (Pos Mata Air 1) |
Kami memiliki tradisi makan bersama di gunung, dari awal pendakian sampai turun, makan kami seperti ini, piring sama sendok gak kepake haha paling cuma buat sayur yang berkuah aja. inilah indahnya kebersamaan.
tradisi makan kami |
Makan sudah, lanjut jalan lagi mencari dimana Mata Air II. Jalurnya sih landai gak terjal, tapi tetep naik turun bukit, debunya ituloh yang gak nahan. Jalan santai sekitar 2jam untuk mencapai pos Mata Air II. Tempatnya lebih tertutup, tidak begitu berdebu, mata airnya bening banget, emang rada jauh turun ke bawah buat mengambil air.
pakaian tempur menghadapi debu dan panas |
Setelah naik turun bukit, melewati medan yang berdebu dan panas terik, ditambah lagi pas musim kemarau. Akhirnya sampai juga di padang savana satu jalur Baderan. Awalnya sih seneng banget, indah diliatnya. Tapi makin kesana makin eneg sama savana, masuk hutan keluar savana, panas, terik, gersang, panjang, melelahkan deh. hahahaha tapi nikmatin ajalah. udaranya sejuk kok, anginnya juga dingiiiin. dan bersama kalian membuat semuanya terasa bahagia.
Savana Pertama |
Sesekali kami sempatkan untuk istirahat sejenak sekalian selfie lucu di bawah pohon yang rimbun sebelum melewati padang savana.
senyum tawa kami saat istirahat |
Setelah melewati beberapa savana dan bukit, akhirnya kami sampai juga di Cikasur. Mata air yang bening dan banyak hewan-hewan mampir. Jadi bagi yang beruntung bisa ketemu rusa atau merak sedang minum disana. Di pinggir sungai juga banyak sekali tumbuhan Selada Air. Ditumis enak bangeeeet, rasanya mirip bayam lah yaaa. Pas banget buat menghemat logistik sayuran karena perjalanan masih jauh. Malam ini kami semua panen Selada Air. Huahahahaha
Cikasur ini merupakan padang Savana luas, dulunya tempat Belanda latihan baris berbaris. Disini juga merupakan landasan pesawat terbang jaman itu.
Mitosnya, bagi yang ngecamp di atas, kalo malem bisa denger suara tentara baris berbaris dan bisa dimimpiin Noni Belanda.
Kami mendirikan tenda di bawah tidak jauh dekat sungai. Dingin banget anginnya. Pukul 08 malem saat kami sedang masak-masak suhu disini mencapai 1 derajat celcius. Dini hari sekitar pukul 3pagi suhu bisa drop ampe minus. Liat saja buktinya semua menjadi es.
Kami mendirikan tenda di bawah tidak jauh dekat sungai. Dingin banget anginnya. Pukul 08 malem saat kami sedang masak-masak suhu disini mencapai 1 derajat celcius. Dini hari sekitar pukul 3pagi suhu bisa drop ampe minus. Liat saja buktinya semua menjadi es.
menjadi es |
Bangun pukul setengah 6. Langit sudah terang, matahari sudah di balik bukit. Rerumputan masih dilapisin es. Hiiiiii dinginnyaaa menginjakkan kaki di rumput.
Pagiku di Cikasur |
Pemandangan dari atas lebih indaaah. Waktu gue lagi jalan sendirian ke tengah savana Cikasur, ada Merak lari-larian. Lucuuuuu banget. Aaaaahhhh beruntungnya dirikuuuu. akhirnya kesampean juga bisa melihat Merak. Aaaaakkkkk!!!
Salam dari Cikasur |
Senang sekali rasanya bisa kembali ke sini. Gak nyangka. Haru. Akhirnya bisa kesini lagi sambil nganter temen dari sebrang sana. Tempatnya sepi, pas banget buat berteduh hati kala biruu, persis seperti langitnya yang juga biru. Gak akan bosan kesini lagi. Apalagi kalo ada yang ngajak.
Aku Kembaliiiiii |
Waktu itu, foto seperti ini bersama sahabat gue, tapi sekarang dianya sudah pergi jauh ke luar daerah. Entah kapan bisa jalan-jalan bersamanya lagi. Kalo diinget ngangenin juga waktu jamannya keluyuran ampe jauh-jauh berduaan sama tuh orang haha.
kali ini sepatunya berbeda, yang menemani juga berbeda :') |
Tunggu aku kembali lagi ya, Cikasur. |
Tempat selanjutnya yang akan kami tuju adalah Rawa Embik. Istirahat siang sejenak di Cisentor. Ternyata dari kejauhan terlihat kebakaran di Puncak Argopuro. Ada pendaki turun juga yang ngasih info kalo Alun-alun Lonceng gak bisa dilewati. Dikepung api.
Argopuronya kebakaran. Sedih. |
Kami lanjutkan perjalanan dulu sampai ke Cisentor. Di sana istirahat makan siang sekaligus merencanakan kegiatan selanjutnya gimana.
Sampai di Cisentor pukul 2siang. Disana ada saung yang enak sekali untuk istirahat. Kami masak dan makan siang. Setelah itu dua orang survey untuk naik ke atas dan survey jalur Aengkenik. Ternyata benar, kebakaran semakin meluas dan gak bisa dilewatin. Jadi kami putuskan untuk bermalam di Cisentor. Besok pagi summit attack tanpa bawa barang.
Di Cisentor kami bertemu dengan rombongan dari Jakarta yang berencana muncak juga. Kami semua jadi memutuskan untuk camp disini.
Esok paginya kami summit attack.
Jalur yang kami lewati sudah tertutup abu, padang savana habis dilahap api, semua menjadi abu. sedih liatnya. Katanya, Argopuro terbakar untuk menyuburkan hutannya kembali.
jalur menuju rawa embik |
Jalur menuju Rawa Embik habis terbakar, malah ada bara dan api yang masih menyala. Tapi daerah Rawa Embik tidak terbakar dan aman. Alun-alun lonceng juga abis terbakar hingga jalur menuju puncak Argopuro dan Rengganis.
jalur menuju Puncak Argopuro menjadi abu |
Rombongan lain menyusul pas kami sudah di puncak. Api kembali menyala, jadi mereka tidak melanjutkan ke puncak. Kami juga hanya mencapai puncak Argopuro, tidak meyakinkan kalo harus ke Puncak Rengganis, asap sudah semakin tebal. Api semakin membesar. Karena puncak bukanlah tujuan utama, yang penting kembali ke rumah dengan selamat.
Persembahan untuk ASTADECA |
Teman, sahabat, sekaligus saudara jauh. |
Tiga tahun yang lalu, gue ke Palembang ditemani sama orang ini. Waktu itu kami masih polos-polosnya. Masih kalem dan pemalu. Karena waktu itu gue yang melakukan xpdc. Sekarang, rusak sudah pencitraan gue haha. Kebongkar semuanya. Kalo tanpa bantuan dari orang ini, gue gak akan bisa jadi kaya sekarang ini. Karena orang ini juga gue dipaksa ikut ke Argopuro sampe ngundur waktu keberangkatan mereka. Tapi, makasih udah dibawa kesini lagi. Gak pernah nyesel malah beruntung. Makasih, Arief! :)
akhirnya bisa sampai sini juga ya. |
Akhirnya bisa mencapai puncak juga. Setelah berhari-hari jalan. Kedinginan di malam hari, kepanasan kaya orang bego di siang hari. Selamat buat Mabidar, pengembaraannya sukses :)
Rencana mau pulang hari itu juga, kami sudah pada lelah, turun puncak langsung pada tidur haha, guepun abis bersih-bersih di sungai langsung terlelap di tenda. Siang itu cuaca memang lagi terik, jadi istirahat di tenda membuat badan hangat. Kami memutuskan untuk bermalam lagi di Cisentor bersama rombongan yang lain juga.
Malam terakhir di Argopuro, gue duduk di depan api unggun menikmati malam yang sepi dan penuh bintang. Perasaan udah mulai gak enak lanjut masuk ke dalem tenda.
Oia, gue sama Arief punya kebiasaan tiap malem sebelum tidur, yaitu curhat malam. Cerita apaan aja yang bisa diceritain, kehidupan dia, kehidupan gue, biar bisa saling mengenal. Tiga taun dipertemukan lagi masa gak ada kenangannya.
akhirnya bisa foto full team. |
Esok pagi kami lanjutkan perjalanan turun melalui Aengkenik. Itu jalur muter jauh banget yaaaa daripada lewat Alun-alun Lonceng. Melipir punggungan, naik turun bukit, dan masih harus melewati Padang Savana yang luas. Panas, debu, kami lalui dengan penuh semangat, yang penting cepat sampai haha.
Turun dengan cepat, melangkahkan kaki lebih lebar, berlari tidak kenal lelah, istirahat yang sebentar. Akhirnya kami sampai juga di Danau Taman Hidup. Ahhh lagi-lagi aku kesini tidak bersama teman hidupku.
Lumpurnya sudah mengering, jadi untuk berfoto di dermaga lebih enak, kayu pijakannya tidak licin. Kami sempatkan untuk berfoto dahulu dan makaan siang.
Gak ada teman hidup, teman gila pun jadi. |
Ada cerita lucu yang ngeselin, tolol tapi penuh kenangan,
Karena anak-anak di Taman Hidup melakukan hal yang bodoh, dan mereka juga udah pada bilang "Jalan mengikuti langkah kaki, otak dan mata udah gak sinkron"
Kebenaran deh tuh, kami turun main lari-larian biar cepat sampai. Bang Dorman dan Kope yang paling depan memotong jalur yang enak untuk dilewati. Sampai akhirnya kami beda punggungan. Sempet panik juga sih. Buka peta dan GPS ternyata benar, punggungan kami berbeda, mana harus naik Gunung Gendeng dulu. Udah pada Gendeng sih. Tapi kami putuskan untuk melipir jurang, mana gue kepeleset mulu, jatuh mulu, udah ngomel ajaaa haha
Oia, bang Kope dan bang Dorman sempet ngambil sendal jepit juga, pikir mereka lumayan buat dipake pas sudah di bawah. Entah punya siapa tuh sendal jepit. Dikira kesasar gara-gara tuh sendal, sempet pengen balikin ke tempat semula, tapi serem jg karna hari sudah mulai gelap. (tapi sekarang tuh sendal jepit sudah berada di Palembang loh haha)
Untungnya,
Jalur yang kami lewati masih hutan alami, karena jalur umumnya berdebu dan biasa dilewati motocross. Selain itu pemandangan matahari terbenamnya sangat indah, terlihat puncak Argopuro dari kejauhan. Sayangnya baterai kamera sudah pada habis jadi tidak bisa diabadikan deh.
Magrib kami sampai di Desa Bermi, dan langsung laporan ke Kantor BKSDA, kami lanjutkan bersih-bersih dan istirahat. Menunggu bus besok pagi untuk pulang
Terimakasih Ganendra Giri |
Terimakasih Ganendra Giri, yang sudah banyak membantu dan menampung kami, serta bela-belain dingin-dinginan mengajak kami jalan-jalan kelilling kota Batu. Sampai berjumpa kembali di lain waktu.
stasiun Malang |
lelah banget, Bang! |
lelah juga ya, dek. |
yaelah, Mas. |
Semuanya pun tertidur. Hari itu sangat melelahkan. Tapi kami bahagia. Aku sangat bahagia. Walaupun udah pernah ke sini, gue tetep ngerasa seperti memiliki pengalaman yang baru lagi dan lebih berkesan. Nikmatilah setiap perjalananmu, karena dalam setiap perjalan, disitu ada awal pertemuan, sekaligus menjadi sebuah perpisahan. Terimakasih untuk perjalanan yang menyenangkan, penuh canda, tawa, bahagia, serta air mata, dan ketakutan. Semoga kita selalu diberikan kesehatan untuk bisa jalan-jalan terus. dan semoga kita dipertemukan kembali di perjalanan yang lain. Amin.
Transportasi:
Berangkat
St. Senen - St. Malang : kereta api (Rp. 115.000)
Stasiun Malang - Terminal Arjosari : Angkutan umum (Rp. 5000)
Terminal Arjosari - Terminal Probolinggo : Bus (Rp. 18.000)
Terminal Probolinggo - Terminal Besuki : Bus (Rp. 18.000)
Terminal Besuki - Desa Baderan : Charter Angkot (Rp. 150.000)
Pulang
Desa Bermi - Terminal Probolinggo : Bus (Rp. 17.000)
Terminal Probolinggo - Terminal Arjosari : Bus (Rp. 13.000)
Terminal Arjosari - Stasiun Malang : Angkutan Umum (Rp. 5000)
Stasiun Malang - St. Senen : Kereta Api (Rp. 115.000)
*****
Beruntungnya jadi anak mapala, tidak terlalu repot masalah transportasi. Jadi ada kenalan buat diajak kemana-mana hehe.